TUd6GfM5GSYpTSM6BSYoTUYlGd==

Refleksi Makna Ijazah Kubro Kwagean

IJAZAH KUBRO KWAGEAN

Berawal dari prinsip bapak yang tidak suka teman-teman santri membuat proposal bantuan, pengurus meminta bapak untuk membuat kumpulan doa ataupun wiridan. Kitab ini kemudian diijazahkan untuk umum disebuah acara yang dinamakan kemudian dengan nama ijazah kubro.

Ijazah kubro adalah salah satu event atau acara yang memang diselenggarakan oleh pondok kwagean, untuk menggali dana bagi operasional, terutama untuk dana pembangunan infrastruktur pondok. Kami sangat menyadari, larangan meminta tanpa gerak nyata menghasilkan dana, adalah sebuah utopia. 



Tak mungkin kami selalu menegakkan prinsip bapak yang"ojo njalok, tapi lek dikeki tampani(jangan meminta, tapi kalau dikasih juga jangan menolak)", bila tak ada dana untuk pembangunan. Sebagaimana pesantren salaf lainnya, dana iuran bulanan hanya dibatasi sebatas untuk mencukupi kebutuhan belajar mengajar santri. Bahkan untuk membayar guru pun belum mampu selayaknya(inilah kenapa biasanya uang bulanan untuk guru dinamakan bisyaroh atau bebungah, bukan gaji).

Kenapa tidak dimahalkan saja iuran bulanan?

Sudah ada usulan dari beberapa orang untuk meningkatkan jumlah iuran, dengan pemikiran agar santri semakin menghargai ilmu. Karena pembayaran mahal, maka ilmu juga dirasakan mahal.

Namun saya yang termasuk menolak usulan ini dalam rapat. Menurut saya, yang membedakan pesantren salaf dengan yang lain adalah karena keterjangkauan biaya ini. Murahnya iuran dimaksudkan agar pendidikan pesantren terjangkau semua kalangan. Adapun masalah pengahargaan atau kesungguhan santri dalam belajar adalah satu hal lain yang tidak berhubungan dengan murah mahal nya biaya pendidikan.

Maka, karena iuran hanya cukup untuk bayar listrik dan bisyaroh guru, dibutuhkan pemasukan lain yang dipergunakan untuk kebutuhan besar. Yaitu pembangunan. 

Disinilah kreatifitas pengurus waktu itu keluar, diacarakan ada ijazahan kitab. Dimulai dari kitab sullamul futuhat juz 1, kemudian diijazahkan juz baru setiap tahunnya, Hingga dihentikan sementara pada juz 20. Lalu dilanjutkan pada kitab sillahul muballighin yang sudah mencapai juz ke 5 tahun ini. Maka sudah genap 25 tahun sejak diadakan pertama kali, ijazah kubro membantu pembangunan pondok, dan juga membantu santri mengumpulkan bekal doa dan wiridan.

Memang kitab yang diijazahkan didalam ijazah kubro adalah kitab yang mengandung banyak sekali doa dan wiridan yang manfaat dan fadhilahnya sangat banyak. Amalan-amalan ini bapak sarikan dari kitab-kitab besar yang sudah biasa dibaca sejak awal pesantren kwagean berdiri. Salah satu yang membuat kitab-kitab bapak ini menarik adalah membantu kita memilih amalan, dari sekian banyak amalan yang ada didalam kitab-kitab yang jumlahnya ratusan, dan isi didalamnya mengandung ribuan amalan. 

Namun bukan berarti ketika kita ikut ijazah kubro langsung menjadi hebat, jaduk(kebal), ataupun 'alim seketika. Karena ijazah hanya legitimasi, pengabsahan, atau apapun namanya. 

Ijazahan adalah cara kami, para santri menyandarkan ilmu pada para guru yang bersambung hingga kepusatnya. 

Meskipun ijazahan tak menjamin, bukan berarti ijazahan tak penting. Sebagaimana rangkaian nasab darah, keilmuan pun butuh 'nasab' yang disebut dengan sanad atau ijazah. 

Tak menjamin kehebatan, tapi jaminan persambungan. 

Dan setelah kita mengikuti ijazahan, semua hanya akan sebatas ijazah bila kita tak mengamalkan. Karena kitab dan sanad hanya menjadi kertas atau tulisan hingga kita mengistiqomahkan. 

Bapak seringkali mencontohkan, amalan doa atau wiridan diistilahkan dengan memelihara burung. Bila kita mengelus dan memegang burung itu setiap hari, maka burung itu akan lulut(jinak, atau lebih dari jinak) kepada kita. Sebagaimana doa, bila setiap hari kita pegang(dengan diistiqomahkan membaca), maka doa tersebut juga akan jinak kepada kita.

Maka sangat wajar bila terceritakan: "Ada seorang lulusan timur tengah yang datang kendalem mbah kholil(allahu yarham) dan mendengar mbah kholil membaca fatihah atau fatekah, setelah selesai dan bertemu dengan mbah kholil, sang tamu mengingatkan akan kekurang fashihan bacaan dari mbah kholil. 

Mbah kholil hanya diam, sambil senyum dan berlalu.

Tak berselang lama terdengar suara gaduh dari para santri, yang ternyata sedang melihat hewan buas masuk kedalam pondok dan mendekat pada sang tamu tadi. Sang tamu membacakan doa-doa dengan fashihnya, namun sang hewan buas tetap tenang dan tidak beranjak pergi. Mbah kholil mendengar suara gaduh, dan mendekat pada sumber suara. Setelah melihat hewan buas tersebut, segera saja mbah kholil membaca doa dengan ke'kurang fashihan'nya. Dan ternyata, sang hewan buas segera menyingkir kembali kehutan".

Dari cerita ini menunjukkan, bukan kefashihan dalam membaca, atau panjang doanya yang hebat. Tapi siapa yang telah me'lulut'kan doanya setiap hari, hingga membuahkan mustajabah dan fadlilah dari Allah. 

#SalamKWAGEAN

Oleh Agus Muhammad Muslim Hannan

Komentar0

Type above and press Enter to search.