TUd6GfM5GSYpTSM6BSYoTUYlGd==

Hukum Chatting Grup WhatsApp Campur Antara Laki-laki Perempuan

Ilmusantri.net – Saat ini Aplikasi WhatsApp merupakan aplikasi chatting paling populer di Indonesia. Hampir semua lapisan masyarakat memilikinya baik untuk kepentingan pribadi maupun komunitas. Satu orang dapat membuat dan gabung Grup WhatsApp lebih dari 10 grup bahkan ratusan.

Aplikasi chatt whatsapp digunakan dalam berbagai macam kebutuhan. Dari sekedar komunitas kumpul-kumpul di dunia maya, jual beli online, game online, komunitas berbagi info dan hiburan, silaturahim antar teman, keluarga, komunitas alumni sekolah hingga kebutuhan komunikasi formal perkantoran lainnya. Manfaat grup Whatsapp dapat memudahkan pekerjaan, menyambung silaturahim bahkan adapula yang digunakan sebagai kajian ilmu dan mengaji online.


Di sisi lain, banyak sekali persoalan yang timbul akibat adanya grup-grup whatsapp ini. Permusuhan antar teman, sarana ghibah, perselingkuhan, perceraian, Whatsapp sebagai sarana hoax dan sebar fitnah, komunikasi antar laki perempuan hingga sharing konten pornografi dan ajang kemaksiatan lainnya. Walaupun sebenarnya masalah tersebut kembali lagi kepada member dan user whatssapp itu sendiri.  

Perkembangan teknologi memang suatu hal tidak dapat dielakkan di era globalisasi ini, bahkan banyak sekali manfaat yang kita peroleh. Namun konsekuensinya jika kita dapat mengontrol dan waspada justru menjerumuskan kita pada jurang kesesatan dan kemaksiatan.

Dari beberapa realitas dan permasalaha di atas, bagaimana hukum membuat dan join grup WhatsApp yang pesertanya campur antara laki-laki dan perempuan?
Jawaban: Pada dasarnya, seseorang membuat dan gabung grup WhatsApp hukumnya boleh. Namun apabila grup whatsapp tersebut bertujuan untuk kemaksiatan atau adanya dugaan menyebabkan tindak kemaksiatan seperti halnya interaksi chatting antara lawan jenis, penyebaran ujaran kebencian dan hoaks, maka menurut pendapat yang ashoh hukumnya haram. Termasuk ketika seorang istri yang akan bergabung pada grup whatssapp, maka baiknya meminta izin terlebih dahulu kepada suami.
Dasar Hukum:
Bughyah mustarsyidin, juz 1 hal. 260 5.
Ihya’ Ulumuddin, juz 2 hal. 160 2.


Komentar0

Type above and press Enter to search.